Malam itu, setelah kau menyerah pada buas angin yang datang menyambutmu, ingin aku biarkan keretapi itu memutar-mutar kota, lewat dalam kelam, lalu pergi mengabur mata. Kita membaur, enggan lagi memarahi bulan yang menyunting bintang, menuduh bayu mengusik dingin. Di Gerabak Tujuh, kau ada, dalam kata-kata yang sudah lelah, bubar dalam keriuhan yang setia memangku hening.
Tokyo
17/01/2025